Kamis, 04 April 2013

Si Tas Merah dan Si Jaket Merah :)

Aku, seorang cewek penyuka warna merah. Namaku Keisya Ananta Berlian. Aku seorang siswa baru di SMA SatriaMuda. Aku sebenarnya tak ingin pindah – pindah sekolah, namun keadaan Ayahku yang harus berpindah dari satu sekolah ke sekolah lain, hufft capek.
        Hari ini, aku baru saja sampai di tempat tinggalku yang baru, yah keseluruhan sih bagus, aku suka suasananya :). Aku berharap semoga ini terakhir kalinya aku pindah sekolah. “Kei, turun nak!! Makan siang dulu, beres – beresnya dilanjutkan nanti aja.” Suara bunda memanggilku dari bawah. Aku tak menjawab panggilan bunda, melainkan langsung turun menghadap bunda. Saat di meja makan ternyata Ayah, Bunda, dan Mas Lintang telah stay, hanya tinggal menungguku.
        Acara makan siangpun berlanjut dengan perbincangan hangat sekeluarga. “Yah, jangan pindah – pindah lagi yaa?” akupun mengawali obrolan.
“InsyaAllah ya Kei, maafin ayah ya Kei. Kei tau kan bagaimana keadaan ayah?” ucap ayah sambil mengusap lembut kepalaku
“Iya yah, Kei ngerti kok :), tapi jujur yah Kei sebenernya capek pindah – pindah terus :(.”
“Iya sayang, ayah juga capek kok. Gimana Kei, sama Lintang suka sama suasana rumah barunya?”
“Iya yah, suka banget sama suasananya yang asri.” Jawabku bersamaan dengan Mas Lintang.
“Apa sih dek, ikut – ikutan aku aja. :p “
“Ye Mas, aku duluan kok yang bilang :p.”
Akhirnya perang mulut antara aku dan Mas Lintang pun terjadi. Beginilah jika aku bersama Mas Lintang. Tapi, kalau salah satu dari kita gak ada gitu, pasti saling nyariin.
        Akupun kembali ke kamar untuk merapikan barang – barangku, dan menyiapkan diri karena mulai besok aku harus sekolah J.
Esoknya, aku bangun pagi dan sempat membantu bunda untuk membuat sarapan, selesainya sarapan aku berangkat sekolah dengan memakai jaket merah favoritku dan diantar Mas Lintang. Karena Mas Lintang kuliahnya di Spanyol dan saat ini masih libur musim dingin, dan ujung – ujungnya aku jadiin supir pribadi deh selama masih disini.
Sesampainya di sekolah baruku, aku langsung ke ruang guru untuk meminta petunjuk dimana kelas yang akan aku tempati. Setelah aku diberikan sedikit informasi bahwa aku harus kembali ke ruang guru saat bel, dan saat ini aku diperbolehkan berkeliling sekolah. Saat sedang asiknya jalan – jalan, aku menemukan tempat yang sangat indah yaitu bukit belakang sekolah. Aku rebahan sebentar di situ sampai pada akhirnya bel masuk berbunyi.
        Akupun kembali ke ruang guru, dan ternyata di samping Bu Agustin, guru yang memberiku informasi pagi tadi ada seorang cowok yang sepertinya juga murid baru sepertiku memakai tas merah. Aku tersenyum pada si Tas Merah, dan dia hanya mengangguk. Bu Agustinpun membimbing kami, aku dan si Tas Merah menuju kelas X-4. Di kelas Bu Agustin memperkenalkan kami, dan dari situ aku tau bahwa nama si Tas Merah itu Nano Agasta Putra. Si Tas Merah itu ternyata pindahan dari Bogor.
        Bu Agustin menempatkanku dan si Tas Merah di bangku paling belakang dekat jendela karena hanya disitulah bangku yang kosong. “No, kamu punya bolpoin lebih gak? Punyaku udah abis nih tintanya.” Sapaku kepada si Tas Merah.
“Nih, pakek aja. Aku pakek pensil aja.” Dia menyodorkan bolpoin yang tadi di a pake sambil tersenyum kemudian melanjutkan mencaatat.
“Thank’s yaa no, ntar aku ganti bolpoinmu sama yang baru.” Ujarku terhadapnya.
“Sama – sama, gausah deh Kei. Oh iya jangan panggil aku Nano deh, panggil aja Agas.” Pintanya sambil tersenyum LAGI.
“Kenapa?? Aku lebih suka manggil kamu Nano J.”
“Kan enggak enak Kei, Nano kan nama permen.”
“Yah Nano, padahal aku udah nyaman manggil kamu Nano. Biarin orang bagus kok nama kamu.”
“Iyadeh kamu aja yang manggil aku Nano. Ntar kalau di tanyain anak – anak bilang aja nama panggilanku Agas.”
“Ih, PD banget  kamu :p ! Emang ada yang niat nanyain kamu.?”
“Banyaklah, tuh liat aja deh cewek – cewek di bangku depan pada ngliatin kesini. Pasti mereka lagi ngomong gini, ‘Ih Kei beruntung ya duduk sama cowok cakep’. Pasti gitu Kei.” Jelasnya sambil nyengir. Dan menurutku itu cengiran paling indah.
“Oh My God, belum tentu kale mereka ngomongin kamu, jangan ke Ge-eRan dulu deh men, permen.”
“Tuhkan, belum apa – apa kamu udah manggil aku permen.” Protesnya sambil cemberut.
Karena suara si Tas Merah keras, sampai – sampai Bu Agustin menegur kami. Oh iya, aku dan si Tas Merah duduk di belakang Septian dan Anjani. Waktu istirahat pun tiba, sebelum aku dan si Tas Merah dikeroyok sama pertanyaan temen – temen sekelas, Anjani dan Septian membawa kami kabur ke kantin terlebih dahulu. Sesampainya di kantin Septian dan Anjani menawarkan kepada kami untuk memesankan makanan yang menurut mereka enak, namun aku dan si Tas Merah sama – sama menolak, karena kami punya selera masing – masing. Aku memesan Cheese Cake dan Ice Cappucino, kalau si Tas Merah Chocolate Cake dan Ice Cappucino juga. Entah mengapa selera kita banyak yang sama, mulai dari warna dan minuman favorite. Sedangkan Anjani dan Septian memesan Juice Alpukat dan Vanilla Cheese Cake.
Tidak lama kemudian, pesanan kami berempatpun datang. Kami menikmati cake dan minuman kami, sambil mengobrol. Dari situ aku tahu bahwa Anjani adalah kapten Cheers di SMA SatriaMuda ini, dan Septian adalah seorang kapten tim SepakBola di sini. Pantas saja sedari tadi, banyak yang memandang kami, karena aku dan si Tas Merah jalan bersama siswa – siswi populer di sekolah ini. Dan aku juga tau bahwa di sekolah ini banyak sekali klub pengembangan diri. Dari mereka, Aku dan si Tas Merah sepakat untuk ikut klub BASKET. Alasan kami sederhana, karena BASKET itu hobi kami sejak kecil. Semakin lama, semakin terasa bahwa aku dan si Tas merah memiliki banyak kesamaan.
Aku dan si Tas Merah, saat istirahat kedua langsung pergi ke pembimbing klub basket untuk meminta ijinnya untuk ikut andil dalam klub basket. Setelah di interview, kami diperbolehkan mengikuti klub basket yang berkegiatan setiap hari Rabu, Kamis, Sabtu pukul 15:45. Sambil menunggu bel masuk untuk pelajaran terakhir, aku mengajak si Tas Merah ke bukit belakang sekolah yang aku temukan tadi pagi. Saat duduk di bukit, si Tas Merah bilang padaku. “Kei, aku ngerasa kita banyak kesamaan ya?”
“Iyanih No, mulai dari warna kita sama – sama suka warna merah, minuman tadi kita sama – sama suka Ice Cappucino. Dan ternyata hobi kita dari kecilpun sama, yaitu BASKET.” Jawabku membenarkan pernyataan Nano barusan.
Aku dan si Tas Merah menghabiskan waktu istirahat dengan mengobrol, dan akhirnya setelah pelajaran terakhir si Tas merah menawariku untuk mengantarku pulang, aku menolak karena Mas Lintang sudah menjemput, namun pada akhirnya dia tetap mendampingiku sampai pintu gerbang.
        Hari – hariku selalu di isi dengan senyuman, candaan, cengiran, usapan si Tas Merah di kepalaku. Dan itu membuatku merasa memiliki, seorang kakak lagi selain Mas Lintang. Aku menyayangi si Tas Merah sebagai seorang kakak. Setiap haripun, kemana – mana aku dan si Tas Merah selalu bersama, sampai –sampai teman – teman menjulukiku dan Nano “Si Tas Merah dan Si Jaket Merah”. Mereka memilih panggilan itu karena, aku selalu mengenakan Jaket Merahku dan Nano tetap dengan Tas Merahnya. Aku dan Nano memiliki basecamp sendiri untuk menghabiskan banyak waktu luang, yaitu di Bukit Belakang Sekolah.
        Sampai akhirnya, pada suatu waktu saat kita berada di Basecamp, aku curhat pada si Tas Merah kalau aku jatuh cinta pada Kak Ardan, senior kami di klub SepakBola. Aku menceritakan padanya segalanya tentang Kak Ardan, dan kemarin Kak Ardan memintaku untuk menjadi pacarnya. Si Tas Merah bilang kalau dia bahagia kalau aku bahagia, dia menyuruhku untuk menerimanya jika aku menyukainya. Akupun menerima pernyataan cinta Kak Ardan sesuai kata –kata si Tas Merah. Semakin lama, aku semakin jarang bersama si Tas Merah karena aku selalu bersama Kak Ardan, dan aku semakin jarang datang ke Basecamp saat si Tas Merah mengajakku untuk bertemu. Ada saja alasanku membatalkan setiap pertemuan yang diminta Tas Merah.
        Suatu ketika saat di kelas, Tas Merah bertanya padaku mengapa aku membatalkan pertemuan kemarin. Aku hanya menjawab “Maaf, Kak Ardan minta di temenin Futsal”. Dia bertanya lagi, mengapa aku tak bisa sebentar saja meluangkan waktu untuknya. “Aku sibuk no, Kak Ardan butuh aku”. Akhirnya Nanopun kesal dan berkata “Apa Cuma kak Ardan yang butuh kamu?? Aku sahabatmu juga butuh kamu Kei.!! Kamu berubah Kei, kamu jadi kayak orang lain tau gak?? Ini bukan Kei yang aku kenal!! Yaudahlah terserah kamu mau apalagi. Gak usah dateng ke aku kalau ada masalah sama Kak Ardan.” Bentaknya, lalu meninggalkanku yang masih tercengang akan kalimatnya berusan. Namun aku tak menghiraukannya sama sekali.
        Saat  si Tas Merah membentakku, itulah dialog terakhirku bersamanya. Sudah 3 hari si Tas Merah absen, aku mulai khawatir takut terjadi apa – apa padanya. Saat istirahat siang aku memberanikan diri bertanya pada Bu Agustin tentang keadaan Nano. Jawaban Bu Agustin membuatku meneteskan Air Mata dan tak mampu berkata – kata. Bu Agustin bilang bahwa kemarin Nano sudah berangkat untuk pindah ke Semarang. Aku merasa hidupku hampa, aku seperti kehilangan separuh dari diriku. Aku sangat menyesal  karena tak pernah menepati janji bertemu dengannya, aku lebih menyesal, mengapa pertemuan akhirku dengannya malah terukir pertengkaran L.
        Tak lama setelah kejadian Nano yang meninggalkanku di Bandung sendirian, Kak Ardan memutuskanku dengan alasan yang sangat klise sekali menurutku, dia bilang “kita sudah enggak sejalan lagi”. Semakin terpuruklah aku, bagaimana tidak aku kehilangan sahabat sekaligus kakak bagiku. Dan aku menyia-nyiakannya hanya untuk seorang cowok yang pengecut. Tanpa si Tas Merah, hariku tak lagi indah dan berwarna. Semenjak aku putus dengan Kak Ardan, aku semakin sering mengunjungi Basecamp walau tanpa si Tas Merah.
        Setahun lebih telah berlalu sejak si Tas Merah meninggalkanku untuk pindah ke Semarang, sekarang aku telah naik ke kelas XII IPA 2, hari – hariku masih sama, hampa itulah gambaran yang pas untuh kehidupanku tanpa si Tas Merah. Aku merindukan senyumanya J, aku merindukan candaannya, aku merindukan cengiran indahnya, dan yang sangat kurindukan ialah saat dia mengusap lembut kepalaku hanya untuk menenangkanku :’(.  Semua kenangan itu takkan pernah lepas dari benakku. Tiba – tiba Bu Agustin masuk kelas dan membuyarkan lamunanku. Beliau bilang akan memperkenalkan murid baru di kelasku, aku yang tak mood dengan apapun hanya menunduk dan memasang headset di telingaku. Setelah agak lama, tanpa kusadari ada yang menepuk pundakku pelan, dan saat ku lihat ternyata sosok yang sangat kurindukan muncul. “Hai Kei, Aku pulang :).” Ucap si pemilik suara yang sangat kurindukan yaitu si Tas Merah. “Selamat Datang Kembali Nano.” Jawabku sambil meneteskan air mata dan tersenyum.

THE END
By: Mencarii Bintangkuu
NB: Maaf kalau gak nyambung, maklum masih belajar :)